REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Indonesia Zakat Watch (IZW) mengapresiasi usulan pembenahan tata kelola zakat Indonesia yang disampaikan oleh Lazis Muhammadiyah (LAZIS MU) pada sidang pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) di Mahkamah Konstitusi.
“Pandangan yang disampaikan oleh LAZIS MU mencerminkan komitmen kuat dalam menjaga keadilan dan independensi pengelolaan zakat, serta membangun landasan yang lebih kokoh dalam sistem zakat di Indonesia,” kata Barman Wahidatan, Koordinator IZW dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/11/2024).
Barman mengatakan dari pernyataan LAZIS MU setidaknya ada beberapa poin krusial yang bisa menjadi acuan para Hakim MK dalam memutus perkara tatakelola zakat yang sudah lama menjadi polemik ini.
“Salah satu isu utama yang diangkat oleh LAZIS MU adalah mengenai dominasi peran BAZNAS, terutama wewenang BAZNAS terkait pemberian rekomendasi izin pembentukan maupun perpanjangan izin LAZ. Kami sejalan dengan LAZIS MU yang menganggap peran dominan BAZNAS berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan berdampak negatif pada LAZ bentukan masyarakat,” ujar Barman.
IZW sangat setuju apabila pasal yang mengatur tentang rekomendasi BAZNAS dihapuskan, agar LAZ dapat beroperasi tanpa adanya campur tangan yang berlebihan dari lembaga pemerintah tersebut.
“Konflik kepentingan yang terjadi jangan sampai rekomendasi ini menjadi pemutus untuk diberikan izin atau tidaknya sebuah LAZ, jangan sampai terjadi ada LAZ yang kemudian menjadi ilegal karena sebab tidak diberikan rekomendasi,” ungkap Barman.
Menurut Barman yang paling penting adalah jangan sampai ada diskriminasi pemberian izin bagi LAZ. Pasalnya, IZW mendapatkan laporan bahwa ada beberapa lembaga zakat baru yang kurang dari satu tahun sudah mendapatkan izin legalitas, sedangkan BAMUIS BNI yang merupakan LAZ tertua di indonesia sudah mengajukan perizinan beberapa tahun lalu sampai saat ini nasibnya tidak jelas status kelembagaannya.
Poin kedua adalah saran LAZISMU agar pasal-pasal yang mengatur peran BAZNAS sebagai lembaga yang ‘berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional’ diperjelas dan dikoreksi.
“Kami sepakat dengan LAZISMU yang menghendaki agar UU tersebut lebih mencerminkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berfungsi untuk koordinasi dan pembinaan, bukan sebagai pengatur yang memonopoli pengumpulan dan distribusi zakat,” tutur Barman.
Poin ketiga, terkait pasal pembentukan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang diatur dalam Pasal 16 juga menjadi sorotan. Lazismu menilai bahwa BAZNAS seharusnya hanya bertanggung jawab mengelola zakat di instansi pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN), sementara lembaga swasta dan masyarakat dapat diberikan kebebasan penuh untuk membentuk LAZ.
Hal ini untuk menghindari tumpang tindih wilayah dan potensi persaingan yang tidak sehat antara BAZNAS dan LAZ.
“Seperti yang dicontohkan LAZISMU tentang beberapa kampus Muhammadiyah yang sudah terdapat jejaring LAZISMU kemudian muncul juga UPZ Baznas di kampus tersebut, ini bukti bahwa pasal 16 ini akan terus menjadi polemik jika kemudian tidak ditinjau kembali atau dihapus saja,” ungkap Barman.
Sidang uji materiil ini menjadi momen penting untuk menilai potensi perbaikan dalam UU Pengelolaan Zakat agar lebih sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
“Sekali lagi upaya uji materiil ini merupakan tabayun konstitusi yang dilakukan teman-teman masyarakat zakat dalam upaya perbaikan, mengingat sudah kurang lebih 13 tahun UU hadir sejak di undangkan, maka sudah sepantasnya kita evaluasi bersama” ungkap Barman.
“Upaya ini akan membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan zakat, memastikan bahwa peran lembaga zakat swasta dihargai dan diberdayakan,” ucap Barman.
Sebagai Koordinator IZW Barman Wahidatan menekankan komitmen IZW untuk mendukung upaya perbaikan dalam pengelolaan zakat yang lebih inklusif. “Kami percaya bahwa setiap langkah menuju pengelolaan zakat yang lebih baik adalah langkah menuju kesejahteraan umat yang lebih luas,” kata Barman.