REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Syekh Nada Abu Ahmad mengatakan di dalam buku Berkah Anak Shalih, di antara faktor terpenting yang membantu keshalehan anak adalah memilih istri shalehah. Karena, istri shalehah ibarat ladang subur yang akan menumbuhkan tanaman berkualitas baik.
“Hendaknya seorang laki-laki pandai dalam memilih istri yang akan menjadi ibu bagi anak-anaknya, karena mereka akan meneladaninya dan menyusu dari puting dan akhlaknya,” ujar Syekh Nada.
Diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki datang kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab untuk mengadukan kedurhakaan anak laki-lakinya. Umar mencela si anak atas sikap durhakanya terhadap ayahnya.
Namun, sang anak berkata, “Wahai Amriul Mukminin, bukankah seorang anak memiliki hak atas ayahnya?”
Umar menjawab,”Benar.”
Si anak bertanya, “Apa haknya, wahai Amirul Mukminin?”
Umar menjawab, “Memilihkan ibunya, memberikan nama yang bagus, dan mengajarinya Alquran.”
Si anak berkata, “Wahai Amriul Mukminin, dia tidak melakukan itu sedikit pun. Ibuku beragama majusi, dia memberiku nama Ja’ran (kotoran binatang), dan dia tidak mengajariku kitab Allah satu huruf pun.”
Umar menoleh kepda laki-laki tersebut dan berkata, “Engkau datang kepadaku untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, namun engkau sendiri telah durhaka kepadanya sebelum dia mendurhakaimu, dna kamu telah berbuat buruk kepadanya sebelum dia berbuat buruk kepadamu!”
Islam telah meletakkan dasar-dasar yang menjadi pedoman untuk memilih seorang istri. Dasar-dasar terpenting yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
Pertama, Perempuan beragama.
Allah berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْاۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَࣖ
wa lâ tangkiḫul-musyrikâti ḫattâ yu’minn, wa la’amatum mu’minatun khairum mim musyrikatiw walau a‘jabatkum, wa lâ tungkiḫul-musyrikîna ḫattâ yu’minû, wa la‘abdum mu’minun khairum mim musyrikiw walau a‘jabakum, ulâ’ika yad‘ûna ilan-nâri wallâhu yad‘û ilal-jannati wal-maghfirati bi’idznih, wa yubayyinu âyâtihî lin-nâsi la‘allahum yatadzakkarûn
Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Hadits Nabi menyebutkan:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR Bukhari)
Kedua, wanita yang religius itu hendaknya dari keluarga baik.
Seorang anak adakalanya mengikuti tabiat paman, baik dari garis keturunan ayah maupun ibu, atau kakeknya. Pada umumnya seorang itu identik dengan ayah atau ibunya, namun terkadang serupa dengan salah seorang pamannya. Jadi, seorang anak itu terikat dengan garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu. Ia mengambil dan mewarisi sejumlah sifat dan karakter dari setiap lapisan nasab tersebut.
“Jadi, selain berakhlak mulia dan beragama, sebaiknya seorang istri memiliki garis keturunan yang baik dan berasal dari keluarga baik-baik pula. Ini lebih utama,” ujar Syekh Nada.
Ketiga, selain agama dan nasab, hendaknya memilih seorang istri yang terhindar dari penyakit menjijikan yang bisa menular kepada anak-anak lewat keturunan. Tidak ada penghalang dari sisi syariat bila seorang wanita yang terpercaya untuk mencari informasi tentang pengantin perempuan, lalu memberitahukan sifat-sifatnya kepada calon suami.
Ini semua dilakukan untuk membantu calon suami agar bisa memastikan calon istri bebas dari berbagai penyakit dan secara fisik layak untuk menunaikan peran sebagai pendidik di kemudian hari. Penyakit ini yang dimaksud contohnya kusta atau lepra.
Keempat, selain agama, nasab, dan kesehatan, dianjurkan memilih perempuan asing (bukan kerabat). Ibnu Qudamah mengatakan, “Seorang suami hendaknya memilih perempuan asing, karena anak yang dilahirkannya akan lebih kuat. Untuk itu ada sebuah ungkapan, “Carilah perempuan asing niscaya kamu tidak lemah.”
Sebab, di dalam pernikahan tidak ada jaminan untuk tidak adanya permusuhan dan kemungkinan berakhir cerai, dan jika pernikahan terjalin antar kerabat, maka cerai akan memicu terputusnya silaturahim.